Breaking News

Habib Ali bin Muhsin al-Hamid: Pejuang Kemerdekaan Yang Nasionalis Oleh: Hamid Nabhan


Di lembaran sejarah kemerdekaan Indonesia, tercatat nama-nama pahlawan yang berani mengorbankan segalanya. Salah satunya adalah Habib Ali bin Muhsin al Hamid seorang veteran 45 yang hidupnya menjadi saksi bisu dan pelaku perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa dan tanah air yang dicintainya. 

   Habib Ali bin Muhsin al-Hamid adalah salah satu veteran Perang Kemerdekaan Indonesia yang berasal dari Lumajang, Jawa Timur. Ia lahir di Lumajang pada tahun 1920 dan wafat di Pasuruan pada tahun 1990 setelah mengabdikan hidupnya di medan juang dan dinas militer. Habib Ali muda aktif di Keibodan sebelum bergabung dengan Hizbullah, kemudian ia melebur dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR) hingga Tentara Keamanan Rakyat (TKR), dan akhirnya menjadi prajurit TNI-AD.

   Pada Pertempuran di Surabaya tanggal 10 November 1945, ia mengalami luka serius akibat serpihan mortir yang mengenai siku dan mata kirinya hingga membuat mata kirinya buta permanen. Ia dirawat di kediaman KH. Fattah Yasin, tokoh Hizbullah Surabaya sekaligus aktivis Nahdlatul Ulama.

   Habib Ali juga terlibat dalam gerilya di Malang pada masa Agresi Militer Belanda yang ke II, di bawah komando Mayor Hamid Rusydi, anggota Barisan Ansor NU. Adiknya, Umar bin Muhsin al-Hamid, ditangkap oleh intelijen Belanda (NEFIS) dan disiksa agar membocorkan posisi kakaknya, namun Umar tetap bungkam.

   Selain berperang di Surabaya, Habib Ali juga ikut bergerilya di wilayah Malang sepanjang 1946-1949. Setelah itu, ia sempat ditugaskan ke Sulawesi Selatan sebagai prajurit TNI. Pada tahun 1966 tragedi menimpa keluarganya pada era G30S, adiknya Umar bin Muhsin al-Hamid diculik dan disiksa hingga meninggal dunia oleh gerombolan PKI di Ambulu, Jember. Sepupunya, Habib Ali bin Abdullah al-Hamid yang saat itu menjabat Ketua GP Ansor Tanggul, juga menjadi korban kebiadaban PKI.

   Habib Ali sendiri pensiun dari TNI-AD pada 1950 dan memperoleh sejumlah tanda jasa, termasuk Bintang Gerilya. Ia juga dikenal sebagai seorang yang sangat religius dan aktif dalam kegiatan sosial di masyarakat.

   Perjuangan Habib Ali bin Muhsin al Hamid sebagai pejuang 45 bukan hanya cerita tentang keberanian di medan perang, melainkan juga cermin dari nasionalisme yang tulus dan tak terbelah. Tanpa pamrih, dia menyerahkan nyawa untuk tanah air yang baru lahir, bukti bahwa cinta terhadap negaranya tidaklah sekadar kata-kata, melainkan tindakan yang dijalankan sepanjang hidup. Namanya mungkin tidak sepopuler pahlawan lainnya, tapi jejak nasionalismenya tetap hidup dalam hati bangsa, mengingatkan kita akan harga kemerdekaan yang harus selalu dijaga.

(Red)

© Copyright 2022 - metroglobalnews.id