Aesesa - MetroGlobalNews — Dunia pendidikan Nagekeo kembali menorehkan sejarah. SMPN 6 Aesesa, Desa Nggolonio, kini bukan sekadar sekolah, tetapi pusat kelahiran dan pemeliharaan budaya setelah Bupati Nagekeo Simplisius Donatus meresmikan Sanggar Seni & Tenun Ikat Rowet Savana Community (RSC), Sabtu.
Acara yang dihadiri pejabat daerah dan tokoh masyarakat ini menjadi bukti bahwa Nagekeo tak ingin sekadar maju dalam akademik melainkan tegak dalam identitas budaya.
Bupati Simplisius: Pendidikan tanpa budaya hanyalah bangunan kosong
Dalam pernyataannya yang penuh penekanan, Bupati Donatus memberi apresiasi total atas inisiatif SMPN 6 Aesesa.
> “Ini bukan program biasa. Ini adalah perlawanan terhadap hilangnya budaya,” tegas Bupati Simplisius dengan nada visioner.
Iamenegaskan, keberadaan sanggar yang memiliki AD–ART resmi dan telah terdaftar di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan membuktikan konsep ini bukan seremoni, bukan dekorasi tetapi institusi budaya yang berorientasi masa depan.
> “Seni bukan pelengkap. Seni adalah identitas. Dan identitas adalah fondasi pendidikan,” tandasnya.
Bupati meminta agar sanggar ini menjadi mesin perubahan, melahirkan pelajar yang tak hanya tampil dalam lomba budaya, tetapi menjadi duta budaya Nagekeo di pentas Provinsi, Nasional bahkan Internasional.
Rowet Savana Community lahir dari keresahan, bukan proyek instan
Ketua Panitia Marselinus Mosa menyebut sanggar ini adalah jawaban terhadap terkikisnya budaya lokal oleh modernitas yang bergerak tanpa kendali.
Sanggar ini akan mengelola 5 cabang seni besar:
1.Seni Tari (Tradisional &
Modern)
2.Seni Musik
3.Seni Teater
4.Seni Rupa
Seni Budaya Lokal Tenun Lipa Dhowik
Dengan latihan rutin dua kali sepekan, kini 77 siswa sudah mendaftar angka yang mencerminkan bahwa generasi muda tak alergi terhadap budaya, mereka hanya butuh ruang.
Nama “Rowet Savana Community” juga bukan sekadar branding:
Rowet Bukit ikonik Nggolonio, kokoh dan memukau
Savana Hamparan keemasan tempat kreativitas tumbuh tanpa batas
Maknanya jelas: budaya harus megah, hidup, dan membanggakan.
Kepala Sekolah: Ini benteng terakhir melawan arus globalisasi
Kepala SMPN 6 Aesesa berbicara lugas:
> “Sekolah tidak boleh hanya mencetak anak pintar. Sekolah wajib melahirkan generasi berkarakter, beridentitas, dan bangga menjadi orang Nagekeo.”
Ia menegaskan bahwa dunia pendidikan saat ini sedang berada di garis depan pertarungan identitas budaya dan SMPN 6 Aesesa memilih untuk tidak menjadi penonton.
(Red)

Social Header