NAGEKEO — Dugaan praktik pertambangan ilegal mencuat di Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur. Seorang pengusaha lokal bernama Valens Bheo disebut-sebut melakukan pengambilan material tanpa izin resmi di lokasi kuari Kelurahan Dhawe, Kampung Bo’a Sabi. Material ini diduga dipasok ke proyek pembangunan waduk yang dikerjakan kontraktor BUMN, PT Waskita Karya.
Informasi yang diperoleh dari sejumlah sumber lapangan menyebut aktivitas penggalian berlangsung secara terbuka, nyaris tanpa pengawasan aparat. Truk-truk pengangkut material dilaporkan hilir-mudik membawa pasir dan batu menuju lokasi proyek strategis nasional tersebut.
“Ironis sekali, perusahaan resmi membayar mahal untuk izin dan pajak, sementara ada yang bebas mengambil material tanpa dokumen,” ujar seorang pengusaha kuari berizin yang enggan disebutkan namanya karena alasan keamanan.
Data yang dihimpun menunjukkan, perusahaan tambang legal di Nagekeo harus melewati serangkaian tahapan perizinan mulai dari analisis dampak lingkungan, rekomendasi teknis Dinas ESDM, hingga persetujuan pemerintah pusat. Seluruh proses ini menelan biaya signifikan. Pelaku usaha resmi juga wajib menyetor retribusi ke kas daerah setiap meter kubik material yang diangkut.
Di sisi lain, praktik pertambangan ilegal yang diduga dilakukan usaha Eksa tidak hanya menggerus potensi pendapatan daerah, tapi juga memicu persaingan usaha yang tidak sehat. Para pelaku tambang resmi terancam kehilangan pasar karena harga material ilegal biasanya jauh lebih murah, lantaran tidak dibebani kewajiban pajak dan biaya legalitas.
Selain kerugian finansial, risiko ekologis pun mengintai. Aktivitas pengambilan material tanpa kajian dampak lingkungan berpotensi merusak bentang alam sekitar. Longsor, pencemaran debu, hingga kerusakan jalan desa menjadi ancaman nyata bagi masyarakat setempat.
Fenomena ini juga membuka pertanyaan lebih besar: di mana fungsi pengawasan pemerintah daerah dan aparat penegak hukum? Sejumlah warga menduga ada pembiaran atau setidaknya kelengahan yang sengaja dibiarkan berlarut-larut.
“Kami melihat truk masuk keluar, tapi tak ada tanda-tanda penindakan. Kalau ini dibiarkan, siapa lagi yang mau bayar izin resmi?” kata seorang tokoh masyarakat Dhawe.
Hingga berita ini diturunkan, pihak pemerintah Kabupaten Nagekeo maupun perwakilan PT Waskita Karya belum memberikan keterangan resmi. Upaya konfirmasi kepada Valens Bheo juga belum membuahkan jawaban.
Kasus ini menjadi preseden buruk bagi tata kelola pertambangan di Nagekeo. Publik mendesak aparat penegak hukum bertindak cepat dan transparan, memastikan praktik ilegal tidak berlindung di balik proyek nasional.
Penegakan hukum tanpa pandang bulu bukan hanya soal menegakkan aturan, tetapi menjaga martabat pemerintah dan keadilan usaha di daerah. Negara tidak boleh kalah oleh praktik liar yang terang-terangan mencederai hukum dan merugikan masyarakat.
(Red)
Social Header