Nagekeo – mgn.id. Penyelidikan dugaan penyalahgunaan dana miliaran rupiah di Badan Usaha Milik Antar Desa (BumAd) Wolowae, Kabupaten Nagekeo, hingga kini belum menunjukkan titik terang. Meski proses hukum telah bergulir sejak tahun lalu, banyak kalangan menilai langkah aparat penegak hukum masih setengah hati dalam membongkar praktik pengelolaan dana yang diduga melanggar prosedur dan berpotensi merugikan ribuan warga.
Kasus ini bermula dari proses alih kelola aset Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri ke BumAd sesuai ketentuan Permendes PDTT Nomor 11 Tahun 2016. Dana PNPM Wolowae yang semula beredar dalam bentuk pinjaman kelompok Simpan Pinjam Perempuan (SPP) sejak 2003 tercatat sebesar Rp2 miliar lebih. Ditambah saldo kas Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Kecamatan Wolowae sekitar Rp700 juta, total dana yang dialihkan ke BumAd menembus angka Rp3 miliar lebih.
Namun, dalam perjalanan, pengelolaan dana tersebut justru memicu persoalan serius. Mantan Direktur BumAd Wolowae, Yan Siga, diduga mengelola dana tanpa kelengkapan legalitas dasar organisasi. Ketua Badan Kerja Sama Antar Desa (BKAD) Wolowae, Wens Mane, mengungkapkan bahwa hingga kini BumAd tidak memiliki dokumen Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (ADART) sebagai syarat pembentukan badan usaha resmi.
“Uang yang ada di masyarakat dikutip dan dikembalikan ke BumAd. Tetapi BumAd itu tidak pernah ada ADART-nya. Jadi operasional dan pertanggungjawabannya tidak jelas,” ungkap Wens kepada wartawan, Sabtu (20/7/2024).
Tak hanya itu, lima kepala desa yang secara struktur merupakan pemilik modal dan komisaris BumAd sama sekali tidak pernah dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Proses pengelolaan dana, termasuk penagihan simpan pinjam, disebut-sebut dilakukan sepihak oleh Yan Siga. “Semestinya kepala desa itu pemilik modal. Tapi semuanya diabaikan,” ujar Wens.
BKAD telah berulangkali mengundang Yan Siga untuk rapat evaluasi. Namun upaya itu selalu berujung buntu. “Kami berkali-kali surati, kami telepon, bahkan dijemput. Tapi Yan tidak pernah datang. Alasannya macam-macam. Belakangan dia terang-terangan bilang kalau dia di-back up Bupati dan Wakil Bupati,” beber Wens.
Sikap tidak kooperatif itu membuat BKAD akhirnya meminta Inspektorat Nagekeo melakukan audit khusus. Hasil audit mengungkap saldo kas yang sebelumnya mencapai ratusan juta rupiah kini hanya tersisa Rp12 juta. Selain itu, Inspektorat menemukan ketidakwajaran penggunaan dana sebesar Rp60 juta lebih.
Seorang mantan pengurus PNPM Wolowae yang enggan disebutkan namanya mengatakan, sebagian besar dana SPP yang diklaim “beredar di masyarakat” sebenarnya telah dibayarkan oleh kelompok-kelompok perempuan. Namun, uang itu tidak sepenuhnya masuk pembukuan resmi. “Kalau mau jujur dicek rekening koran, jelas itu tidak pernah transparan,” katanya.
Keterangan itu sejalan dengan desakan sejumlah aktivis transparansi anggaran. Mereka menilai kasus BumAd Wolowae adalah contoh buruk bagaimana dana publik senilai miliaran rupiah bisa dikumpulkan dan dikelola tanpa kerangka hukum yang sah. “Yang kita lihat di sini bukan cuma potensi kerugian negara, tapi juga potensi persekongkolan elit politik dengan aktor pengelola,” kata Petrus Domi, pengamat kebijakan desa asal Mbay.
Di sisi lain, aparat kepolisian mengklaim proses hukum tetap berjalan. Kasat Reskrim Polres Nagekeo, Iptu Dominggus Duran, saat dikonfirmasi menegaskan status perkara masih dalam tahap penyelidikan. “Ya, statusnya lagi lidik. Saksi yang diperiksa sudah tiga orang,” ujar Duran.
Namun, sejumlah pihak mempertanyakan mengapa hingga kini penyelidikan tidak berkembang signifikan, apalagi mempertimbangkan jumlah kerugian yang diduga cukup besar dan indikasi kuat pengabaian prosedur hukum.
“Kalau proses lidik terus dibiarkan berlarut-larut, ini berbahaya. Bisa jadi barang bukti hilang, saksi lupa, dan publik makin apatis. Harusnya ada audit forensik dan pemanggilan ulang saksi kunci,” ujar seorang anggota BKAD yang ikut memantau kasus ini.
Di tengah kebuntuan tersebut, warga lima desa di Kecamatan Wolowae mendesak aparat penegak hukum segera mengambil langkah tegas, termasuk pemeriksaan ulang Yan Siga dengan mekanisme surat perintah membawa bila tetap tidak kooperatif.
Hingga berita ini diterbitkan, Yan Siga belum memberikan tanggapan resmi atas berbagai tuduhan. Sementara itu, nama sejumlah tokoh politik lokal juga santer disebut dalam percakapan warga, meskipun belum ada konfirmasi resmi keterlibatan mereka.
Kasus BumAd Wolowae kini menjadi cermin rapuhnya pengawasan dana desa di tingkat lokal. Banyak pihak berharap penegakan hukum dilakukan secara objektif dan transparan, agar kepercayaan masyarakat terhadap program pemberdayaan ekonomi rakyat tidak semakin runtuh.
(Red)
Social Header