Metroglobalnews.id - Yogyakarta, 15 Mei 2025 – Peristiwa pengrusakan makam yang memiliki tanda salib dan pernik-pernik keagamaan umat Kristen kembali terjadi di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Kali ini, insiden memilukan itu terjadi di kawasan Banguntapan, Kabupaten Bantul, dan kembali terulang di salah satu TPU (Tempat Pemakaman Umum) di wilayah Kota Yogyakarta pada tanggal 15 Mei 2025. Aksi tersebut tidak hanya melukai rasa kemanusiaan, sosial, dan spiritual keluarga korban, tetapi juga mencederai nilai-nilai solidaritas serta keberagaman yang menjadi fondasi hidup masyarakat Yogyakarta.
Tindakan vandalisme terhadap simbol-simbol keagamaan di area pemakaman ini dinilai sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap nilai toleransi dan keberagaman beragama di Indonesia. Menanggapi kejadian ini, Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia (PEWARNA) Yogyakarta melakukan langkah aktif dengan menggali pandangan dari sejumlah tokoh agama dan masyarakat.
Pendeta Indrianto Adiatmo, Ketua Asosiasi Pendeta Indonesia (API) DPD DIY sekaligus Koordinator Lintas Budaya YAKOMA PGI DIY, menegaskan bahwa pengrusakan makam bersalib bukanlah kejadian pertama yang terjadi di DIY.
"Kita perlu mendapatkan informasi yang sebenarnya dalam peristiwa ini: siapa pelakunya, perorangan atau sekelompok orang? Apa motifnya? Apakah ini hanya ekspresi kebencian personal, ataukah mengandung unsur radikalisme dengan sentimen keagamaan tertentu?” tegasnya.
Menurutnya, penyelidikan menyeluruh dari aparat penegak hukum dan keterlibatan aktif lembaga-lembaga keagamaan, sosial, serta pendidikan sangat dibutuhkan untuk mengungkap kebenaran serta mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Saat ini, pihak kepolisian telah mengamankan pelaku dan proses hukum tengah berjalan.
Pendeta Indrianto juga menekankan pentingnya penindakan hukum yang tegas, serta pembinaan masyarakat dalam menumbuhkan sikap saling menghormati antarumat beragama.
"Kita butuh tindakan nyata dan konsisten. Pendidikan toleransi harus dikembangkan secara berkelanjutan, khususnya di wilayah DIY yang dikenal dengan pluralisme budayanya,” tambahnya.
Sementara itu, Shri Bhagavan Visvakarma, tokoh masyarakat Hindu DIY, menyayangkan peristiwa ini dan menyinggung pentingnya kembali kepada semangat kemerdekaan RI yang diraih atas dasar persatuan berbagai elemen bangsa, termasuk unsur lintas agama.
"17 Agustus 1945 adalah tonggak sejarah lahirnya NKRI oleh para pendiri bangsa. Mereka mempersatukan kita semua dalam kerangka Bhineka Tunggal Ika. Namun kini, kedamaian itu dirusak oleh oknum-oknum yang merasa agamanya paling benar dan menjamin surga,” ujarnya.
Shri Bhagavan menegaskan bahwa surga adalah ketika manusia dapat hidup damai di dunia nyata ini. Ia menyerukan kepada masyarakat untuk tidak lagi "mabuk agama", melainkan menghidupi nilai-nilai damai yang diajarkan oleh setiap agama.
Lebih lanjut, ia meyakini bahwa aksi pengrusakan ini tidak dilakukan oleh satu orang semata.
"Dalam budaya Jawa, kejadian ini sangat masif dan terstruktur. Tidak mungkin dilakukan sendiri oleh pelaku. Pemerintah daerah dan aparat penegak hukum harus bertindak tegas,” pungkasnya.
Peristiwa ini menjadi pengingat bagi seluruh elemen bangsa bahwa tugas menjaga keharmonisan bukan hanya berada di pundak aparat atau tokoh agama semata, namun menjadi tanggung jawab bersama sebagai bangsa yang majemuk. Yogyakarta sebagai simbol budaya dan toleransi di Indonesia kembali ditantang untuk membuktikan bahwa cinta damai dan kerukunan masih menjadi jantung kehidupan masyarakatnya.
Reporter : Suwidodo
Social Header