Breaking News

Terperangkap Dalam Mistiknya Makam Firaun


Oleh : Hamid Nabhan

Hari baru saja berganti saat saya menginjakkan kaki diruang tunggu bandara Soekarno Hatta Jakarta. Kantuk mulai menyerang, namun semangat akan memulai perjalanan panjang mengalahkan semuanya. Koran yang saya beli pagi sebelumnya sudah lecek. Mungkin hampir
semua berita sudah habis terbaca, kecuali iklan. Perjalanan ke Timur Tengah sudah menjadi rencana jauh hari sebelumnya. Namun terkendala kesibukan dan
berbagai hal lain membuat perjalanan yang saya lakukan ini baru terlaksana pagi itu, 19 September 2019. Dan saya bersyukur, perjalanan kali ini bisa dibilang "gratis". Pasalnya, ongkos dan akomodasi yang saya keluarkan untuk perjalanan ini dibiayai oleh karya yang saya koleksi. Ceritanya, beberapa hari sebelum saya. Memutuskan untuk berangkat, salah satu karya pelukis
Jeihan yang saya koleksi dibeli peminat lukisan senilai Rp. 30 juta, dan berbekal uang itulah saya melancong ke beberapa negara. Alhamdulillah.

Tak menunggu lama, pesawat Etihad Airways dengan nomor penerbangan EY 471 membawa saya dan rombongan (kami 22 orang), melalui Satutour and Travel,
take off meninggalkan tanah air. Denyut kehidupan Jakarta yang tak pernah padam 24 jam terlihat dari angkasa. Kerlap-kerlip Jakarta menjadi pemandangan yang elok.
Sementara cuaca dini hari saat itu sangat clear.

Selama perjalanan dalam pesawat, waktu lebih banyak saya gunakan untuk bermain game, menonton film ataupun tidur. Dan tak terasa jam di HP menunjukkan pukul 13.00 waktu setempat, pesawat yang kami tumpangi mendarat dengan mulus di bandara Kairo, setelah sebelumnya.
sempat transit sebentar di Abu Dhabi.

Usai melewati serangkaian pemeriksaan imigrasi, sayapun melenggang bebas sembari menikmati keindahan bandara tersebut. Bandara Kairo adalah bandara terbesar kedua di benua Afrika setelah bandara Afrika Selatan. Letaknya di kawasan Hellopolis yang merupakan kawasan elit kota Kairo.

Selepas dari bandara, kami menuju hotel Grand Nile Tower, yang merupakan hotel tertinggi di Kairo, untuk menaruh barang bawaan. Destinasi pertama kami usai sholat Jumat. Menjelang sore, adalah museum Firaun. Dengan transportasi bus, kami dengan gembira menyusuri kota Kairo yang penuh dengan peninggalan bangunan-bangunan kuno yang terpelihara baik. Tak terasa bus yang kami tumpangi sudah sampai tujuan, Museum Firaun.

Terletak di Tahrir Square, Museum Firaun merupakan peninggalan sejarah yang benar-benar memukau. Saya menjadi sadar bahwa peradapan masa lampau sudah sedemikian majunya. Saya benar-benar terperangkap dalam mistisnya museum ini. Kunjungan di Museum ini dipandu oleh Alafin, pemandu wisata kami di Mesir, yang dengan gaya sedikit kocak memberi penjelasan tentang hal-hal penting di museum ini.

Mengunjungi Museum Firaun seolah melemparkan sauh pada ayat-ayat suci Alquran. "Ternyata memang Maha Suci Allah dengan segala firmanNya. Semua yang tertulis dalam kitab suci, nyata adanya," gumam saya dalam hati.

Museum Firaun adalah rumah bagi ribuan koleksi benda-benda dari zaman Mesir Kuno. Setidaknya ada 120.000 benda bersejarah yang tersimpan di museum
ini. Banyak kepingan penting dari sejarah Mesir Kuno tersimpan rapi di sini. Bahkan mumi-mumi Firaun pun ada di sini. Selama kerusuhan Mesir tahun 2011, museum ini
mengalami kerusakan dan dua mumi dilaporkan hancur. Beberapa artefak juga telah rusak, dan sekitar 50 benda bersejarah hilang.

Ada dua lantai utama di museum ini, yaitu lantai dasar dan lantai pertama. Di lantai dasar terdapat benda koleksi
papyrus dan koin yang digunakan pada zaman kuno. Koin-koin tidak hanya berasal dari Mesir tetapi juga merupakan
peninggalan peradaban Yunani, Romawi, dan Islam.

Di lantai dasar juga terdapat artefak dari kerajaan baru Mesir yang ada antara tahun 1550 hingga 1069 sebelum Masehi. Artefak ini umumnya berupa patung-patung, meja, dan peti mati (sarkofagus). Tapi yang menarik perhatian saya adalah sandal Firaun yang berusia lebih dari 3300 tahun. Pembaca perlu tahu, ternyata bukan
hanya sandal Firaun yang awet bertahan. Ada jagung, kurma, madu dari zaman dulu juga masih ada dan awet Kursi berbahan emas dengan ukiran yang detil pun masih tertata rapi. Benar-benar luar biasa.

Sementara itu, makam para Firaun seperti Firaun Thutmosis III, Thutmosis IV, Amenophis II, dan Hatshepsut terdapat di lantai pertama. Adapula mumi utuh dari Firaun Tutankhamun dan Psusennes I. Di sini ada dua ruangan khusus yang menyimpan mumi-mumi raja dan keluarga kerajaan.

Salah satu yang cukup menarik perhatian wisatawan adalah keberadaan mumi Rameses II yang diyakini sebagai Firaun pada masa Musa AS. Mumi Rameses II hingga saat ini masih dipamerkan di the Royal Museum Chamber, Museum Kairo, Mesir. Mumi ini menjadi salah satu daya pikat kuat bagi Museum Kairo, hingga mampu menarik jutaan wisatawan dunia setiap tahunnya. Pada Mumi Rameses II yang diletakkan dalam kaca ini, bisa kita jumpai sisa garam dari Laut Merah pada jasadnya. (Kisah Rameses II mengejar Nabi Musa sampai ke tengah
Laut Merah.

Dari kunjungan saya ke Mesir ini, saya mendapati fakta bahwa orang Mesir sangat senang pada orang Indonesia. Di
negeri ini ada jalan yang namanya Soekarno, merupakan bentuk penghormatan pemerintah Mesir pada presiden pertama Indonesia.

Ada satu momen yang tak terlupakan, yaitu di malam terakhir kunjungan di negeri Mesir. Rombongan diajak naik kapal menyusuri sungai Nile, menikmati makan
malam sambil melihat keindahan kota Kairo di senja dan malam hari, melalui kapal yang mengarungi Sungai
Nile. Kapal ukuran sedang ini memiliki tiga lantai. Dilantai satu, pengunjung bisa menikmati musik live yang
diakhiri dengan Bally Dance alias tari perut khas Mesir. Di lantai dua berlangsung pertunjukan tari, semacam tari
sufi modern. Seorang penari dengan kostum dipenuhi lampu warna-warni berputar mengikuti iringan musik
sehingga menimbulkan kesan yang indah. Pertunjukan ini diakhiri dengan lagu Indonesia Raya, untuk menghormati
kami para turis dari Indonesia. Sementara di lantai tiga (paling atas), orang-orang lebih banyak duduk-duduk santai sambil menikmati pemandangan, diiringi alunan
musik.

Pada malam terakhir itu saya sempatkan bertemu sepupu, Kholid, yang memang berdomisili di Kairo. Kholid adalah anak paman saya yang pernah menjadi
Atase Kedutaan Besar Indonesia di Mesir, saat Duta Besarnya Bapak Fuad Hasan. Dalam pertemuan yang langka itu, saya bawakan dia buah kesukaannya yang
tidak ada di Mesir, yakni buah nanas. Silaturahim memang selalu membawa keberkahan.

© Copyright 2022 - metroglobalnews.id