Breaking News

PUISI ALAM HAMID NABHAN

 

Oleh: Merwan Yusuf (*)

Adalah Hamid Nabhan seorang perupa yang baru memperkenalkan diri melalui seorang teman yang membawanya ke kediaman saya di bilangan Jakarta Selatan belum lama ini. Setelah kami berbincang-bincang ke sana ke mari, kelihatannya pertemuan pertama itu sangat mengesankan saya. Dari pandangan dan raut muka yang terpancar di wajahnya sangat jelas ia seperti seorang yang sedang mencari sesuatu di dalam wilayah seni rupa, ada hasrat yang bersemayam di sanubarinya untuk mengetahui lebih banyak lagi hal ihwal berkesenian, sehingga ia bersedia untuk mendatangi mereka yang dianggap kompeten untuk bertukar pikiran mengenai kebudayaan dan hal-hal lain yang bersinggungan dengan wilayah tersebut. Tatapan dan kupingnya menyediakan ruang untuk menyaksikan dan merekam dengan seksama pembicaraan yang sedang berlangsung penuh perhatian dan sekilas terlihat ada dorongan rasa ingin tahu yang lebih banyak lagi tentang dunia seni lukis melukis yang ingin dikuasainya. Ternyata sosok ini pun rajin mengumpulkan informasi dan bacaan-bacaan terutama buku-buku seni rupa sehingga ketika saya menyebutkan beberapa nama seniman kondang di dalam dan di luar Indonesia, dia menyambutnya dengan komentar-komentar yang berhubungan dengan sosok tersebut dan sesekali diakhiri dengan ucapan, “Saya sudah punya bukunya”.

Dengan latar pendidikan seorang sarjana pertanian, Hamid tentunya sangat akrab dengan suasana alam dan lingkungan kehidupan serta hewan-hewan yang dipelajarinya di bangku kuliah dahulu. Mereka yang bergaul dan tinggal di alam akan membangun rasa dan kepedulian lingkungan dan umumnya peka terhadap kehidupan di sekitarnya. Hidup dan berinteraksi memperhatikan secara langsung kejadian yang bergerak setiap saat dari waktu ke waktu, lambat laun keterlibatan ini akan menimbulkan suatu rasa apresiasi dan kecintaan terhadap alam yang ramah dan pemurah. Di situ ia mulai mengerti akan adanya suatu sistem di alam yang saling membutuhkan satu dengan yang lannya. Sebuah keharusan yang menjadi upaya untuk melestarikan ekosistem yang telah tergerus kerakusan manusia yang tidak bertanggung jawab akhir-akhir ini di Indonesia dengan perbuatan deforestisasi yang sangat mengerikan, berlangsung di depan mata semua pengelola dan penduduk negeri dengan sengaja maupun dengan berbagai alasan dan dalih legal dan illegal untuk menggunduli hutan sampai detik ini tanpa rasa bersalah.

Hamid Nabhan terbangun keinginannya untuk menyadarkan dan mengajak kita untuk mencintai dan memelihara hutan serta tumbuh-tumbuhan pemberian Tuhan ini. Ia mendeskripsikan alam melalui karya seni visual dari hasil pertemuannya dengan kehidupan masyarakat dan alam pedesaan yang sederhana, sejuk, dan menjanjikan kedamaian dan ketenangan. Nikmatilah keberadaan sungai, gunung, awan, dan danau, serta kehidupan masyarakat rural yang ramah dan bersahaja.

Filosofi terhadap Alam

Indonesia telah diberkahi Tuhan dengan kekayaan alam yang melimpah ruah, cahaya matahari yang tidak pernah susut sepanjang tahun, musim, cuaca, air, tanah, dan suhu udara yang relatif bersahabat sangat luar biasa di negeri ini. Kandungan bumi, laut, serta sungai dan danaunya begitupun langitnya yang cerah dan bewarna biru, kekayaan flora dan fauna melengkapi susunan lanskap ini juga dengan adanya gunung berapi yang dahsyat mematikan sekaligus memberikan sumber penghidupan bagi rakyatnya. Itulah sebabnya kenapa masyarakat ini sangat dekat dengan alam. Kekayaan yang demikian itu sesungguhnya sudah lebih dari cukup untuk membuat negeri ini rakyatnya sejahtera dan tidak lagi perlu menciptakan TKI yang bekerja mengharapkan belas kasihan ke negara-negara luar untuk bisa menghidupkan tidak saja dirinya dan keluarganya, tapi juga bangsa ini. Kesadaran akan hal tesebutlah yang selalu mengusik Hamid Nabhan untuk memberikan arti yang lebih besar kepada alam nyata. Ia terdorong untuk mengungkapkan dunia manusia, hewan, dan alam sebagai suatu kesatuan yang saling membutuhkan, simbiosis mutualisme demi menjaga kelangsungan hidup manusia dan seisi alam lainnya. Hanya mereka yang bisa memelihara simpul hidup ini.

Memberi ruang penghormatan terhadap alam dimana kesadaran terhadap alam sesungguhnya lebih besar dari kemampuan manusia untuk mendustainya. Oleh karena itu hidup berdampingan secara damai dan menyelaraskan diri dengan alam sudahlah menjadi wajib hukumnya. Alam yang akan memberikan kebahagiaan kepada manusia.
Di timur sudah lazim penduduknya memberikan nilai lebih terhadap alam ketimbang sosok manusia. Hal inilah yang menyebabkan ilmu tentang otot artistic (anatomi) tidak menjadi penting untuk dikuasai. Di zaman dahulu juga dikenal di kawasan Nusantara dengan kepercayaan Pantheisme – yaitu suatu kepercayaan yang memberikan nilai lebih kepada alam. Gunung, sungai, pohon, batu, tanah, air, dan lain-lain yang dianggap seperti makhluk hidup. Dari sanalah lahir para Shaman (pawang) yang mampu berkomunikasi dengan alam yan intangible. Mbah Maridjan adalah salah satu sosok dari contoh di atas.

Penghargaan terhadap makhluk tak terlihat seperti pada budaya masyarakat Jawa contohnya ada pada “Ratu Kidul” sebagai simbol penguasa laut selatan atau “Dewi Sri” simbol pemelihara padi, itu semua dianggap sebagai salah satu individu yang berpengaruh dan harus “dihormati”, sehingga secara berkala diadakan “sesajen” untuk menghindari “kualat” yang dianggap sebagai suatu kesalahan bila manusia melupakan kekuatan tersebut. Berbeda dengan di Barat yang mengunggulkan rasionalitas menganggap manusia adalah suatu makhluk superior di alam ini. Memunculkan arogansi digambarkan oleh Leonardo Da Vinci sebagai The Man Power hingga manusia berhak untuk mengeksplotasi habis-habisan alam untuk kepentingannya tanpa peduli akibat yang ditimbulkannya, hal itu memunculkan kapitalisme. Gundulnya hutan rimba di Indonesia adalah contoh yang terang benderang dari rakus dan tamaknya para pengelola negeri bekas jajahan ini. Sebaliknya di Eropa semenjak berabad-abad yang lalu, penghargaan pada sosok tubuh manusia sangat penting, karena idola-idola sakral mereka berbentuk manusia dan dengan demikian pelajaran anatomi tubuh manusia menjadi sangat penting agar supaya tidak menghasilkan gambar-gambar atau patung-patung yang nantinya akan menjadi tokoh-tokoh pemujaan yang diidealkan sebagai the Perfect Man.

Pemujaan pada Alam

Dari filosofi hidup takambang jadi guru kata pepatah Minang. Di Indonesia tumbuhlah suatu spirit penghormatan terhadap alam, hal itu bisa dimaklumi karena alam yang kaya dengan panorama yang indah menawarkan detail warna dan obyek alam seperti gunung, sungai, air terjun, lautan yang sangat aduhai. Hal itu membuat para pelukis kenamaan dan khususnya pada periode awal dari seni lukis modern Indonesia mulai dari Raden Saleh rata-rata mengambil tema lukisan pemandangan alam.
Ketika Sudjojono merendahkan para pelukis alam, sebetulnya di Eropa baru saja mendapat pengetahuan berharga dari para koleganya di Asia, bahwa lukisan-lukisan alam bahkan menjadi primadona di kawasan China dan Jepang. Sebelumya Eropa menempatkan lukisan pemandangan di bawah kategori lukisan manusia. Barulah mereka menyadari kekeliruan itu serta mempelajarinya dan menjadi pengagum kesenian Timur Jauh. Akhirnya mereka berterima kasih karena kekaguman itu sendiri berbuah sebuah aliran seni lukis yang paling spektakuler dan dikenang dalam sejarah seni lukis, yakni aliran Impresionisme.
Berbasis pelukisan alam sekaligus dianggap sebagai awal sejarah seni rupa modern Eropa dan kemudian mendunia dimana sampelnya diambil dari karya-karya seni rupa non Eropa di penghujung abad 19. Inilah sumbangan seni rupa Asia dan berikutnya kontribusi Afrika dalam Kubisme dan begitu pula pada lukisan Abstrak pada seni lukis Islam di awal abad 20.
Pada masa colonial, informasi keindahan alam, budaya timur oriental dan Indonesia dalam buku, foto, postcard, dan cerita-cerita para kolonisator telah menyihir terutama para pelukis Eropa untuk datang berbondong-bondong meninggalkan negerinya menuju negeri ribuan pulau di khatulistiwa dan mengabdikannya di lukisan mereka.
Dengan banyaknya pelukis Eropa yang datang bekerja dan berkarya di negeri ini, telah terbukti bahwa alam panorama dan budaya Indonesia inilah yang membuat mereka mabuk dan menjadikan inspirasi dari banyak karya mereka, bahkan sebagian lagi memilih menetap di sini. Para pelukis luar tersebut lebih terkagum-kagum dengan keindahan alam dan matahari Indonesia dari pada figur wajah di negerinya sendiri yang telah berabad-abad menjadi tema utama pada setiap lukisan.
Adalah alam yang menjadi inspirasi dari banyak seniman Indonesia. Hal itu tidak hanya di wilayah seni lukis, tetapi juga pada wilayah seni sastra, puisi, seni pertunjukan, tari, teater, juga seni musik, para pencipta lagu yang semuanya itu menjadi bagian tidak terpisahkan produk budaya Indonesia ketika mereka mencoba mengekspresikan rasa keharuan, kekaguman, pemujaan, dan syukur kepada Tuhan tatkala menyaksikan alam yang sangat menyentuh rasa estetika para seniman dan menjadikannya sumber inspirasi yang tak kering-keringnya. Cobalah simak di surat kabar, cerpen-cerpen dan puisi-puisi di penghujung pekan, nyata terlihat kehausan dan kerinduan penulis dan penyair terhadap alam sangatlah kental.
Dari banyak karya bertema lukisan alam terlihat ada suatu keadaan yang terpancar membangun atmosfir alam yang indah, baik, lembut, dan bersahabat, dimana manusia seharusnya mendapatkan tempat untuk hidup, berteduh, dan menerima pencerahan yang berlangsung secara terus menerus. Oleh sebab itu sudah seharusnya bangsa ini menjadi bangsa yang mempunyai banyak seniman handal yang mampu berkarya dalam bidang seni lukis pemandangan alam.

Lukisan Hamid Nabhan

Karya Hamid Nabhan banyak membidik obyek-obyek yang berada di luar rumah. Bunga-bunga, pohon, tumbuh-tumbuhan, rumah tempat tinggal, kebun, halaman rumah, taman, gedung dan rumah ibadah, lahan pertanian, kali dan jembatan, awan langit, rumah di bantaran kali, pinggir pantai, dan lain-lain. Konsep seni lukis pemandangan alam Hamid Nabhan adalah bersumber dari kesenangannya untuk memelihara keseimbangan hidup mengasah kepekaan rasa dan jiwa yang hanya bisa diperoleh dari alam yang masih menawarkan kedamaian.
Subyek alam tidak lebih sebagai entry point ketika Hamid membuat liris cahaya dan warna di lukisannya. Karya tersebut mengandung nilai estetika dengan motif artstik. Ia mencoba berkomunikasi dengan lukisannya dan alam, bersekongkol membangun kedekatan dengan empat unsur alam, yaitu air, tanah, api dan udara.
Sesungguhnya ketertarikan pada pemandangan alam itu adalah sesuatu yang menampakan keadaan jiwa si pelukis yang terpendam. Pemandangan alam adalah sebuah keadaan jiwa dimana tersimpan sumber kesenangan rasa dan jiwa. Alam memberikan rasa aman dan perlindungan kepada orang supaya bisa terbebas dari kekangan dan himpitan kehidupan sehari-hari yang terkadang datang bertubi-tubi tanpa kenal ampun. Tapi alam juga bisa murka, namun ia terlebih dahulu memberikan sinyal bagi yang mau mengerti agar mempersiapkan diri.
Dari karya-karyanya saya melihat bahwa ia mencoba untuk menangkap suatu realitas obyektif dan segar sebagaimana apa adanya, ia tidak berusaha untuk mengidealisir atau mendramatisir keadaan obyeknya supaya terlihat lebih menarik dan disukai banyak orang.
Ia mencintai alam dan kejujuran. Bisa dilihat karya pemandangan alam dengan komposisi berbagai obyek pada lukisan tanpa terdistorsi, apa adanya. Dalam pewarnaan ia memilih warna-warna yang cerah dan optimis, bergairah, tetapi tetap setia pada warna alam yang nyata.
Hamid Nabhan seperti hendak menangkap pesona alam yang damai tersembunyi tidak kelihatan tetapi cukup tersirat, sepertinya ia ingin terjun ke dalam magisnya pohon-pohon yang diam. Gambaran dari alam yang menyimpan kekuatan, perlindungan dan misteri. Keindahan yang datang dan pergi bersama fluktuasi cahaya di pagi, petang, dan sore hari,
Pada karya pemandangan alamnya jelas sekali terlihat ia bersimpati pada kesederhanaan. Lukisannya mendeskripsikan alam pedesaan yang tenteram dan bersahaja, sepi dari hiruk pikuk. Di sana manusia lebih terlihat manusiawi lembut dan tidak agresif. Ia menempatkan manusia hanya menjadi bagian kecil saja dari alam yang ditempatinya. Manusia adalah salah satu elemen dari ekosistem yang saling memberi, semacam simbiosis mutualisme.
Lanskap menjadi subyek principal dari tema-tema yang dibangun di lukisan Hamid, ia setia pada bentuk-bentuk yang hadir di depan matanya. Menangkap pantulan-pantulan cahaya yang datang dari kejauhan maupun yang terpancar dari bentuk yang ikut meramaikan suasana alam tersebut. Meskipun tidak sangat terlihat kicau burung dan keringat para petani, namun melodi dan aroma tersebut bisa dirasakan pada penyampaian angin yang terlihat di antara pohon-pohon dan transparansi air yang mengalir perlahan di bawah rumah-rumah penduduk. Ruang dan pergerakan cahaya, udara, awan, dan air di lukisannya membangun suasana harmoni di alam terbuka yang menjanjikan kedamaian. Sungguh Hamid Nabhan adalah seorang pelukis yang sedang mengglorifikasikan dan melantunkan puisi-puisi alam, berterima kasih kepada Alam Semesta dan tentunya kepada Sang Pencipta.

Jakarta, Oktober 2010
(*) Kurator

© Copyright 2022 - metroglobalnews.id