Breaking News

Hamid Nabhan dan Persoalan Ekologi

 


Oleh : Wayan Jengki Sunarta

Dengan latar langit cerah, sebatang pohon berdiri kokoh dalam kesepiannya. Daun-daunnya telah lama meranggas, sehingga yang tersisa hanyalah reranting. Akar-akarnya mungkin masih kuat menahan dan memberi asupan nutrisi pada pohon itu. Dia masih tegak berdiri, meski tak seorang pun peduli padanya. Terkadang, seseorang atau dua orang, tampak di bawah pohon itu. Mungkin, orang itu mencari tempat berteduh, meski pohon itu tak mampu memberikan keteduhan di tengah terik siang atau hujan. Ini menjadi pemandangan yang ironis.
Gambaran di atas saya petik sejumlah lukisan Hamid Nabhan. Pelukis kelahiran Surabaya ini intens menggarap pohon-pohon yang ranggas. Namun, jauh sebelumnya, dia tekun menggarap lanskap alam dan pepohonan yang menghijau. Lalu, gagasan apa yang membuat Hamid tertarik melukis pohon-pohon ranggas? Mungkinkah, pohon-pohon itu adalah simbol untuk menggambarkan sesuatu yang lebih besar?
“Pohon-pohon meranggas ibarat negeri kita yang tak sanggup memberikan keteduhan, keamanan, dan kenyamanan bagi rakyatnya,” ujar Hamid

Pernyataan Hamid bisa diamini. Negara Indonesia memang seperti pohon yang meranggas. Terlalu banyak persoalan yang tak mampu diselesaikannya dan cederung menjadi blunder. Sebutlah misalnya persoalan hukum, pendidikan, kemiskinan, kesehatan, keamanan, kemasyarakatan, hingga kesenian. Terlalu banyak ketidakadilan yang menghantui rakyat Indonesia. Hukuman mati untuk semua pelaku narkoba diterapkan dengan tegas, namun tidak untuk koruptor yang jelas-jelas merugikan rakyat Indonesia. Ketidakadilan dalam bentuk lain bisa dengan mudah dijumpai di sekitar kita.
Pohon-pohn ranggas adalah sebuah simbol. Hamid menyerap inspirasi pohon ranggas itu dari karakter pohon randu. Dia pernah membuat ratusan sketsa dengan obyek pohon randu yang diamatinya pada saat musim kemarau dan hujan. Hamid mengatakan pohon randu terlihat sangat artistik pada saat musim kemarau. Ranting-rantingnya seperti tangan-tangan kurus rakyat jelata yang berharap kesejahteraan.
“Saya suka mendistorsi anatomi pohon randu, sehingga terlihat gemuk, kurus, melengkung, dengan dahan dan rerantingnya yang kering. Mereka seperti manusia yang menengadahkan tangannya ke langit. Di mata saya, mereka menjelma metafora tentang penderitaan rakyat negeri ini, “ tutur Hamid.

Pohon-pohon randu yang terdistorsi dalam lukisan-lukisan Hamid menjadi imajis, puitis, dan surealis. Terkadang di sela-sela pohon randu yang ranggas, Hamid menampilkan matahari yang menyala kekuningan atau kemerahan. Bagi Hamid, matahari adalah simbol kehidupan dan harapan. “Bila kita melihat pohon-pohon gundul dan kerusakan alam, di sana selalu ada setitik harapan agar alam kembali pulih dari kerusakan. Tentu tugas manusia untuk menyembuhkan luka dan penderitaan alam,” ujarnya.

Sejak kecil Hamid telah senang menggambar. Sejak 1999 dia memutuskan untuk total sebagai pelukis. Dia menekuni seni lukis dengan belajar otodidak. Dia juga sempat menmba ilmu dari beberapa pelukis Surabaya dan Jakarta. Dia banyak belajar garis dan sketsa pada Ipe Ma’aroef, sketser kawakan dari Jakarta. Dia telah menampilkan karya-karyanya dalam empat kali pameran tunggal dan puluhan pameran bersama di kota-kota besar di Indonesia.
Hamid lahir di Surabaya, 15 Agustus. Dia menghabiskan masa kecil, sekolah, dan kuliah di Surabaya. Dia pernah merantau ke Jakarta, namun tidak betah, dan memutuskan balik ke kampong halamannya. Pamannya, Usman Nabhan, adalah seorang kolektor nasional. Ayahnya penyuka seni. Kakeknya pengarang buku-buku religi yang banyak dipelajari oleh mahasiswa di Leiden, Belanda. Selain itu, kakek dan ayahnya adalah pejuang di zaman Belanda dan zaman revolusi.

Hamid adalah sarjana pertanian lulusan UPN Surabaya. Ilmu pertanian yang dipelajarinya menyebabkannya sering berinteraksi dengan alam sekitar, terutama pepohonan. Selain itu, pepohonan yang rindang banyak tumbuh di rumah dan sekolahnya. Dia juga kerap liburan ke pegunungan. Pengalaman Hamid dari masa kecil hingga dewasa yang banyak mengamati dan bersentuhan dengan pepohonan muncul dalam karya-karya seni lukisnya.
“Sejak menekuni seni lukis secara serius, saya memang tertarik dengan tema alam dan pepohonan. Pada obyek pemandangan alam, saya bisa merasakan perubahan-perubahan warna dari dekat hingga kabur di kejauhan. Saya juga banyak belajar komposisi. Bagi saya, tema alam bukanlah sesuatu yang basi ata jadul,” ungkap Hamid.

Selain tema alam dan obyek pepohonan, lukisan-lukisan Hamid dengan medium akrilik di kanvas dan cat air kebanyakan menyuguhkan warna-warna cerah dan hangat. Namun, Hamid lebih suka memakai medium cat air, sebab efek blur yang dihasilkannya sangat artistik. Bagi Hamid, warna berkaitan dengan ungkapan jiwa seseorang. Pilihan warna tentu berbeda-beda sesuai dengan tuntutan jiwa si pelukis.
“Saya suka humor dan bergembira. Mungkin itu yang menyebabkan saya suka menampilkan warna-warna cerah dalam lukisan. Saya tidak terlalu menyukai lukisan dengan warna-warna gelap, murung, atau kusam,” ujarnya.
Perkembangan dan kemajuan seni rupa Indonesia telah sampai pada tahap kontemporer. Pengaruh-pengaruh seni rupa Barat telah meresap di benak para perupa Indonesia. Wacana dan teknik saling berkelindan untuk melahirkan karya-karya yang mampu mewakili zamannya. Namun, bagi Hamid, pelukis yang baik harus mampu menggali dan mengembangkan suatu gaya baru yang mengandung nilai-nilai filosofi yang bisa berguna bagi banyak orang. Setiap pelukis semestinya memiliki goresan yang bisa mencerminkan jati dirinya.

“Pelukis semestinya memiliki kepedulian pada kasus-kasus perusakan alam dan kerusakan alam. Namun, saya kira setiap pelukis memiliki cara yang berbeda untuk menyikapi persoalan-persoalan ekologi. Atau, mungkin, tidak semua karya pelukis mengandung pesan-pesan ekologi,” tutur Hamid.
Melalui lukisan-lukisan pohon ranggas, hamid ingin berpesan betapa pentingnya pohon bagi kehidupan. Manusia wajib menjaga, memelihara, dan melindungi pepohonan agar kehidupan di muka bumi tetap berlangsung.
“Selain sebagai makhluk sosial, pada hakikatnya manusia juga makhluk ekologis, dimana manusia bergantung pada alam, hewan, dan pepohonan untuk kelangsungan hidupnya. Semua itu saling berkaitan dan berhubungan, dan kita wajib menjaganya,” kata Hamid.
Soal pelestarian alam, saya sependapat dengan Hamid. Di tengah isu-isu lingkungan, penebangan hutan, penghancuran alam, atas nama berbagai kepentingan, kita mesti kembali mengacu pada kearifan-kearifan lokal dalam melestarikan alam. Di Bali, misalnya, tiap enam bulan sekali dirayakan ritual tumpek bubuh untuk menghormati pepohonan dan tumpek kandang untuk menghormati hewan-hewan peliharaan. Pepohonan dan hewan telah memberikan sumbangan yang tidak sedikit pada kehidupan manusia.

Begitulah. Lewat seni lukis, Hamid Nabhan ikut memperjuangkan pelestarian alam. Dalam lukisannya, pohon-pohon ranggas menjadi simbol dan metafora yang berbicara banyak hal. Tergantung dari sisi mana kita memaknai dan memetik perenungannya.

(*) Sastrawan dan penulis seni rupa

© Copyright 2022 - metroglobalnews.id