Oleh : Agus Dermawan T.
Banyak orang yang bepergian ke mancanegara namun sangat sedikit yang mencatat perjalanannya dalam tulisan
(atau rekaman foto dan video) yang bisa diakses oleh publik. Kita tahu, bepergian ke negeri jauh adalah suatu muhibah penting. Lantaran bepergian akan menjadikan seseorang menjadi tahu dunia luas di luar rumahnya, suasana diluar desanya, situasi di luar kotanya, bahkan denyut suatu
tempat di luar negerinya. Maka, dengan menulis, merekam dan kemudian mempublikasikan hasil kunjungan, penulis
catatan perjalanan seperti mengajak semua orang untuk bersama-sama bertandang. Bersama melihat dan mungkin
"memperbincangkan".
Disebut "memperbincangkan", lantaran setiap tempat baru sesungguhnya selalu menghadirkan diskursus. Karena
setiap tempat yang semula berada di luar jangkauan mata kita selalu menghadirkan sesuatu yang tak terduga, yang acapkali menjadikan seseorang (dan kita) bertanya-
tanya, untuk kemudian berusaha memahaminya. Maka dengan mengunjungi tempat-tempat lain yang nun jauh,
sesungguhnya seseorang akan dibawa ke pemahaman baru, yang semuanya membuahkan apresiasi atas tempat-tempat yang dikunjungi itu. Dan apresiasi ini akan bermuara kepada sikap penghormatan terhadap segala sesuatu yang ada di luar rumah kita, di luar wilayah kita, atau di luar negeri kita itu.
Hamid Nabhan adalah bagian dari yang sangat sedikit itu orang yang menuliskan atau merekam perjalanannya. Dalam tamasyanya ke banyak negara beberapa waktu lalu, ia senantiasa membuat catatan-catatan apik, yang lantas
disiarkan lewat blog-nya ke publik. Mengingat catatan perjalanan adalah “barang langka”, maka tulisan-tulisan itu,
beserta foto-foto serta lukisan-lukisan yang dikreasi, menjadi istimewa. Maka tulisan dari blog itu ia transformasi ke dalam sebuah buku yang ia juduli: Jelajah Eropa.
Dan yang menyebabkan catatan perjalananannya menjadi lebih menarik adalah pilihan sudut pandangnya yang spesifik, yakni kebudayaan. Setiap tulisannya, entah itu berkonten
pemandangan atau suasana kota, selalu melintas pembicaraan mengenai kebudayaan. Bahkan lebih spesifik lagi, mengkristal menjadi pembicaraan kesenian. Dengan begitu catatan
perjalanannya menjadi khas.
Hal lain yang menyebabkan catatan perjalanan Hamid Nabhan jadi spesial adalah, ia juga merekam tempat-tempat
yang dikunjungi itu dengan kameranya, dan dengan pinsil, pena atau kuasnya. Tempat-tempat itu ia foto dan bahkan ia
gubah dalam sketsa dan lukisan. Dengan begitu, apa yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata, ia sampaikan dalam
rekaman kamera. Dan yang tak bisa diurai dengan kata-kata, dan tidak lengkap apabila hanya diwujudkan dalam foto, ia
manifestasikan dalam bentuk sketsa serta lukisan.
"Dalam sketsa dan lukisan, sebuah tempat akan terekam komplit. Dari pemandangan alamnya, suara air dan desir
anginnya, getar rasa arsitekturnya, semangat orang-orang
yang menghuninya, denyut budayanya, denting keseniannya, suasananya, situasinya, sampai dimensi spiritual yang
berkelindan di dalamnya," kata Hamid Nabhan. Maka, catatan perjalanannya memiliki beberapa lapisan.
Orang bisa membaca yang tulisan, akan melengkapi pemahamannya dengan foto-foto hasil jepretan, dan akan
mendalami semua itu lewat sketsa dan lukisan. Pilihan sudut pandang Hamid Nabhan dalam menatap sebuah tamasya harus dibilang unik. Ia banyak mendatangi
tempat-tempat aneh, yang sesungguhnya dalam dunia wisata bukanlah tujuan primer. Ia pun menuliskan tempat-tempat
itu sebagai pengetahuan baru. Tapi tentu ia pun mendatangi obyek-obyek tamasya yang umum dan favorit. Namun ia
membicarakan apa-apa yang ada di obyek umum itu lewat persepsi sangat subyektif. Sehingga yang ia tulis adalah hal-hal yang tidak terduga, atau yang (mungkin) tidak ada dalam pikiran banyak orang.
Bagi saya, menulis tempat-tempat tamasya yang favorit dengan sudut pandang yang berlainan, bukan pekerjaan gampang. Karena semua itu membutuhkan banyak
pengetahuan. Sementara mendatangi tempat-tempat yang bukan menjadi sasaran utama wisata adalah tantangan.
Lantaran itu membutuhkan keberanian.
Atas hal itu, saya - yang juga menggemari obyek tamasya dan menyukai perjalanan - punya pengalaman. Pada suatu kali saya ingin berkunjung ke Peru, negeri di
Amerika Selatan. Peru bukanlah negeri yang menjadi tujuan wisata bagi orang Indonesia. Dengan begitu biro wisata selalu gagal mencapai kuota jumlah peserta untuk tur ke negeri yang sesungguhnya amat eksotik ini. Kebanyakan orang memang memilih negeri populer dan bling-bling seperti Paris,
Inggris, Jepang, Korea, Tiongkok, Australia. Bahkan biro wisata yang mengkoordinasi perjalanan ke Argentina pun susah
merayu wisatawan untuk terus melaju ke Peru. Padahal dari Argentina, negeri Peru sudah sangat dekat atau berdempetan
: selemparan sepatu saja.
Tapi akhirnya saya memperoleh jalan untuk menuju ke sana. Semula saya bergabung dengan 62 anggota rombongan
rute Argentina. Bersama rombongan itu saya berharap bisa langsung menyeberang ke Peru. Namun nyatanya dari puluhan
anggota rombongan, hanya 6 yang mau ikut ke Peru. Jumlah ini ternyata terlalu sedikit untuk sebuah perjalanan eksklusif.
Sehingga terpaksa bos pemilik biro wisata kami ikut serta, bersama 3 anak dan satu keponakannya. Sang bos itu berkata,
keikutsertaannya dalam rombongan "nekat" itu sekalian untuk melihat sendiri bagaimana sih wujud dan suasana negeri
Peru yang konon aneh dan luarbiasa itu.
Mengapa citra wisata Peru kalah dibanding negeri-negeri Amerika Selatan lain, seperti Brazil dan Argentina? Sebuah pertanyaan menggelitik. Bahkan bagi Pemerintah Peru sendiri, yang tak henti meneriakkan ajakan untuk terlibat dalam "Explorando las alturas de Peru" atau "Menjelajahi ketinggian Peru".
Keramaian turisme Peru memang terbilang sedang-sedang saja, bahkan minim apabila para pelancong dari Amerika Utara
tidak beramai-ramai mengunjunginya. Itu sebabnya untuk masuk ke Peru para wisatawan tidak diwajibkan memiliki visa.
Siapa pun, silakan masuk! Lantaran begitu masuk, demikian pengelola pariwisata negeri itu berkata, diyakini orang-orang
sedunia akan tahu keunikan-keunikan Peru, keluarbiasaan Peru, sekaligus sejarah seru yang melambari Peru.
Ternyata Peru memang sangat menarik. Bagi penggemar sinema dunia, negeri Peru sering dihubungkan dengan film
The Last Mochican, tokoh hebat dari Indian Mochica yang akhirnya gugur berdarah-darah. Bagi penggemar politik, Peru
adalah satu-satunya negeri Amerika Selatan yang pernah lama dipimpin oleh presiden berkebangsaan non Peru. Presiden itu adalah Alberto Fujimori, orang Jepang.
Bagi pemerhati ihwal pangan, Peru adalah negeri pertama yang mengembangkan tanaman kentang sebagai makanan
uueenak tenan, lewat penduduk aslinya yang bersuku Indian Inka (Inca). Kita tahu, kentang yang diperkenalkan 600 tahun lalu ini lantas diperebutkan oleh orang-orang modern seluruh dunia sampai sekarang. Menyinggung Indian Inka, samalah dengan
ordre menyentuh titik magnet
terkuat dari keunikan pariwisata Peru. Karena penduduk asli bangsa Peru
adalah Indian, yang diper- kirakan telah datang ke wilayah ini pada 12.000
tahun silam.
Maka kenekatan saya untuk ke Peru membawa keberuntungan: menjumpai tamasya yang langka, istimewa, dan dipenuhi ilmu pengetahuan.
Pengalaman lain adalah kenekatan saya berkunjung ke Mesir, negeri di ujung Afrika barat laut yang memiliki luas hampir 1 juta kilometer persegi itu. Sebagian besar Mesir terdiri dari padang pasir yang berupakan bagian dari Sahara, gurun paling luas di dunia.
Mesir adalah negeri yang banyak menghadiahkan cerita seram untuk dunia. Mesir pernah menghadiahkan cerita horor,
dengan terbunuhnya Presiden Anwar Sadat dalam upacara parade militer oleh anggota tentara Jihad Islam pada 1981.
Kemudian Mesir terus bergolak. Mesir lalu diguncang revolusi lagi pada awal 2011, dan Husni Mubarak digulingkan untuk
digantikan Muhammad Mursi pada Juni 2012. Padahal Mesir semula adalah negeri wisata yang dahsyat, dengan padang
pasir liar dan piramida yang menjulang tiada duanya. Dengan begitu, hasrat untuk mengunjungi Mesir selalu terhalang oleh ketakutan. "Suasana di negeri itu tidak karuan. Temperamen manusianya sangat keras sehingga tidak ramah kepada wisatawan," kata sejumlah teman yang saya ajak bertandang ke sana.
Harapan untuk mengunjungi Mesir semakin susut ketika saya mencoba menanyakan hal itu ke sejumlah biro wisata. Adakah paket perjalanan ke Mesir? Semuanya menjawab: sudah dihapus sejak lama. Padahal dulu Mesir dikaitkan
dengan perjalanan ke negeri Meditarania, seperti Yunani dan Turki. "Semua orang takut ke Mesir. Dibayari dobel pun mereka
tak akan berangkat," kata seorang staf bagian ticketing.
Secara bergurau ia bilang banyak wisatawan Indonesia tidak
kepingin diterjang unta. Komentar itu berkait dengan "Perang Unta" yang terjadi pada 2011, ketika militer Mesir menyerang
para demonstran dengan menggunakan kendaraan unta, selain kuda. Si unta yang jangkung dan gede itu dipacu
untuk menabrak dan menginjak-injak demonstran yang jugavditembaki. Akibatnya, hampir 900 orang mati pada saat itu. Ironis, unta yang unik dan senantiasa jadi "kendaraan wajib
wisatawan" yang berkunjung ke Mesir, ternyata jadi panser pembantai!
Tapi alhamdulillah, saya bersama keluarga berkesempatan mengunjungi Mesir. Sungguh, di negeri ini kami menjumpai
pemandangan yang sangat berbeda. Sampai sekarang semula adalah negeri wisata yang dahsyat, dengan padang
pasir liar dan piramida yang menjulang tiada duanya. Dengan begitu, hasrat untuk mengunjungi Mesir selalu terhalang oleh ketakutan. "Suasana di negeri itu tidak karuan. Temperamen manusianya sangat keras sehingga tidak ramah kepada wisatawan," kata sejumlah teman yang saya ajak bertandang ke sana. Harapan untuk mengunjungi Mesir semakin susut ketika saya mencoba menanyakan hal itu ke sejumlah biro wisata. Adakah paket perjalanan ke Mesir? Semuanya menjawab: sudah dihapus sejak lama. Padahal dulu Mesir dikaitkan dengan perjalanan ke negeri Meditarania, seperti Yunani dan Turki. "Semua orang takut ke Mesir. Dibayari dobel pun mereka
tak akan berangkat," kata seorang staf bagian ticketing.
Secara bergurau ia bilang banyak wisatawan Indonesia tidak
kepingin diterjang unta. Komentar itu berkait dengan "Perang Unta" yang terjadi pada 2011, ketika militer Mesir menyerang
para demonstran dengan menggunakan kendaraan unta, selain kuda. Si unta yang jangkung dan gede itu dipacu
untuk menabrak dan menginjak-injak demonstran yang juga ditembaki. Akibatnya, hampir 900 orang mati pada saat itu. Ironis, unta yang unik dan senantiasa jadi "kendaraan wajib
wisatawan" yang berkunjung ke Mesir, ternyata jadi panser pembantai!
Tapi alhamdulillah, saya bersama keluarga berkesempatan mengunjungi Mesir. Sungguh, di negeri ini kami menjumpai
pemandangan yang sangat berbeda. Sampai sekarang saya menganggap, Mesir adalah negeri wisata yang paling
menggetarkan di dunia, dengan keadaan alam serta dengan kebudayaan kuno yang spektakuler.
Mesir memang luar biasa, dan sejak dulu telah diyakini banyak orang. Di antaranya oleh pelukis klasik David Roberts,
yang merekam Mesir pada tahun 1838-1839. Puluhan lukisan David Roberts dikumpulkan dalam buku A Journey in Egypt. Dalam lukisan-lukisannya seniman Inggris itu merekam pemandangan, arsitektur serta peninggalan kuno Mesir dari berbagai sudut pandang yang unik.
Saya meyakini perjalanan Jelajah Eropa Hamid Nabhan yang tercatat dalam sketsa dan lukisan, akan mendampingi hasil
kerja David Roberts. Sedangkan yang tertuang dalam tulisan dan kamera, akan mengaksentuasi catatan para penulis
perjalanan sebelumnya.***
Agus Dermawan T.
Kritikus seni. Penulis buku
"Perjalanan Turis Siluman :
51 Cerita dari 61 Tempat di 41 Negara."
Social Header